Jumat, 23 Juli 2021

Menyapa Teman Tuli Melalui Micro:bit

Cindy Paskalina
Writer
Bagikan
Menyapa Teman Tuli Melalui Micro:bit

“Karena teman tuli punya kemampuan hebat dan kesempatan untuk sukses”, jelas Ibu Asti Trisnarini di Demo day “Digital Readiness Academy” pada April lalu. Sepuluh kata sederhana ini cukup menjelaskan dorongan yang dimiliki Ibu Asti, Ibu Farah dan Pak Atang, guru dari SMPN 253 Jakarta dalam memulai proyek yang mereka namakan “MicroDeaf”.

Ibu Asti dan tim menyadari bahwa banyak Teman Dengar (orang tanpa disabilitas) yang tidak bisa berbahasa atau bahkan tidak mengetahui keberadaan bahasa Isyarat yang digunakan oleh Teman Tuli atau penyandang tuna rungu. Teman tuli, khususnya di Indonesia, selalu menghadapi berbagai kesulitan seperti sarana transportasi umum yang kurang memadai sampai pengucilan oleh komunitas masyarakatnya sendiri. Rendahnya tingkat ketertarikan pembelajaran bahasa isyarat akan berakibat pada perenggutan hak berbicara dan bersosialisasi yang juga dimiliki oleh Teman Tuli. Dengan bantuan perangkat Micro:bit, Ibu Asti dan tim mendesain MicroDeaf untuk menjadi alat bantu komunikasi antara Teman Tuli dan Teman Dengar.

Penggunaan MicroDeaf terbilang sangat mudah. Pertama-tama, kita harus memastikan bahwa masing-masing Teman Tuli dan Teman Dengar sudah memiliki sebuah *Micro:bit *yang sudah terprogram. Pesan yang dapat dikirimkan bervariasi dari “Halo”, “Hai”, “Apa Kabar” dan “Baik”. Setiap pesan tersebut sudah terhubung dengan dengan tombol pemicu yang dapat ditekan di alat Micro:bitnya. Contoh, Jika Tombol A pada Micro:bit A ditekan maka “Hallo” akan muncul di Micro:bit A dan B secara otomatis. Sistem yang sama akan berjalan dengan serupa jika tombol di Micro:bit B juga ditekan.

Saat ditanya lebih lanjut mengenai proses pembuatan ide proyek ini, Ibu Asti mengungkapkan bahwa “takut” adalah perasaan utama yang muncul saat dirinya ditunjuk oleh Kepala Sekolahnya untuk mewakili SMPN 253 Jakarta. Ia mengakui bahwa kalimat serta kata-kata yang diucapkan oleh para pembicara sangatlah asing bagi guru yang sudah mengajar lebih dari 20 tahun ini. Dengan sedikit tawa di setiap kalimatnya, ia juga bercerita tentang gerak gerik lucunya yang berkali-kali menangkap layar handphone (screenshot) setiap ada kata baru yang muncul di presentasi pembicara.

Dibalik itu semua, hal yang paling berbekas dari partisipasinya di program ini adalah fakta bahwa proyek timnya bisa menjadi alat penyaluran minatnya pada pengajaran bagi siswa disabilitas. Ketertarikan ini pertama kali dimulai ketika dirinya melihat status WhatsApp salah satu temannya yang bekerja sebagai guru Bimbingan Konseling di sekolah Sekolah Luar Biasa (SLB). “Teman saya mengejar anak-anak Tunanetra dan Down Syndrome. Keluhan saya selama mengajar di sekolah tidak sebanding yang dihadapi setiap harinya oleh teman saya”, jelas Ibu Asti.

Dari mengikuti berbagai akun sosial media terkait informasi anak dengan disabilitas, ia mulai merealisasikan minatnya dengan mengikuti program “Guru Pembimbing khusus” yang dinisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Program ini ditujukan untuk memenuhi kekosongan tenaga kerja guru yang mampu menangani anak berkebutuhan khusus di berbagai jenjang Pendidikan Indonesia.

Bersama dengan 5.000 guru dengan visi yang sama, Ia memulai pelatihan pada bulan Oktober tahun lalu dan masih harus menyelesaikan satu pelatihan akhir sebelum resmi mendapatkan sertifikat dari pemerintah. Pembekalan yang diberikan dimulai dari pelatihan kemampuan screening kebutuhan murid berkebutuhan khusus sampai pembuatan program dengan tujuan pembentukan lingkungan pembelajaran inklusif bagi seluruh murid.

Selama ia mengajar di SMPN 253 Jakarta, Ia sempat mengajar satu murid Tuna Daksa dan satu murid slow-learner. Dengan masuknya tahun pembelajaran baru ini, Sekolahnya akan memiliki dua murid yang masuk kategori anak berkebutuhan khusus. Ibu Asti menyadari bahwa jumlah muridnya tidak sebanding dengan rekan gurunya di sekolah lain. Tetapi, Ia juga ingin memastikan bahwa dua anak tersebut dapat memiliki percaya diri yang cukup dan menjadi pribadi yang mandiri setelah lulus dari jenjang SMP. “Mereka diciptakan dengan alasan yang khusus. Mereka dititipkan ke orang tua yang hebat dan pastinya harus mendapatkan guru yang hebat juga”, jelas Ibu Asti yang tampak membulatkan tekadnya.

Bagikan

Temukan Topik Menarik Lainnya dari Skilvul

Jadilah Inspirasi dan BerikanDampak Positif Bersama Skilvul!